Kamis, 24 Mei 2012

Gangguan Belajar Pada Anak SD

Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar
Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.

Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).

Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).

Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.

Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.

Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.

Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.

Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.

Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.

Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.

Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.

Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.

Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.

Perkembangan Motorik Anak SD

Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.    
Jadi dapat disimpulkan pula bahwa perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi. Pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan massa yang ada pada waktu lahir. Sebelum perkembangan itu terjadi anak akan tetap tidak berdaya.
Seandainya tidak ada gangguan fisik dan hambatan mental yang mengganggu perkembangan motorik, secara normal anak yang berumur 6 tahun akan siap menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain teman sebaya. Sebagian tugas perkembangan anak yang paling penting dalam masa prasekolah dan dalam tahun-tahun permulaan sekolah, terdiri atas perkembangan motorik yang didasarkan atas penggunaan kumpulan otot yang berbeda secara koordinasi.
Jika tidak ada gangguan kepribadian yang menghambat ,anak yang memiliki sifat yang sesuai dengan harapan masyarakat akan melakukan penyesuaian sosial dan pribadi yang baik. Sebaliknya dalam diri anak yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat,akan berkembang perasaan tidak mampu yang akan melemahkan semangat mereka untuk mencoba mempelajari apa yang telah dipelajari oleh teman sebaya mereka.
2.2 Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus
            a. Motorik  Gerakan Kasar
            Perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar, dan menangkap, serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meninkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4tahun, anak sangat mnyenangi kegiatan fisik yang mengandung bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi. Pada usia 5 atau 6 th keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya bertambah, anak pada masa ini menyukai kegiatan lomba seperti balapan sepeda, atau kegiatan lain yng mengandung bahaya.
            b. Perkembangan Gerakan Motorik Halus
            Perkembangan motorik halus pada masa usia 6-7 tahun, koordinasi gerakan berkembang secara pesat, pada masa ini anak sudah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerkan mata dengan tangan, lengan dan tubuh secara bersamaan, antara lain dapat dilihat saat anak menulis dan menggambar.
2.3 Perkembangan Motorik Usia SD
            Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus keterampilan-keterampilan  motorik, anak-anak terus melakukan aktivitas fisik yang terkadang bersifat  informal dalam bentuk permainan. Disamping itu anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal sperti senam, berenang,dll.
            Berikut beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain
:
KEMAMPUAN MOTORIK
Anak usia 6th
Anak usia 7th
 Ketangkasan Meningkat
 Mulai membaca dengan lancer
 Melompat tali
 Cemas terhadap kegagalan
 Bermain sepeda
 Peningkatan minat pada bidang sepiritual
 Mengetahui kanan dan kiri
 Kadang malu atau sedih
 Mungkin bertindak menentang
 Menguraikanobjek-objek dengan gambar
KEMAMPUAN MOTORIK
Anak usia 8-9th
Anak usia 10-12th
Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
 Perubahan sikap berkaitan dengan postur tubuh, puberitas mulai nampak
Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
Mampu melakukan aktivitas rumah tangga,     seperti mencuci, menjemur,dll.
Keterampilan lebih individual
 Keinginan untuk menyenangkan orangtua
Ingin terlibat dalam sesuatu
 Mula tertarik dengan lawan jenis
Menyukai kelompok dan mode
Mencari teman secara aktif

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini


Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut

Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
  1. Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
  2. Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
  3. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya

Anak Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
  1. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
  2. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
  3. Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.

Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
  1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
  2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
  3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
  4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
  5. Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
  1. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.
  2. Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
  3. Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
  4. Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.

Kondisi Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
  1. Faktor bawaan
  2. Faktor lingkungan
Pertama, faktor bawaan adalah faktor yang diturunkan dari kedua orangtuanya, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Faktor bawaan lebih dominan dari pihak ayah daripada ibu atau sebaliknya. Faktor ini tidak dapat direkayasa oleh orangtua yang menurunkan. Dan hanya ditentukan oleh waktu satu detik, yaitu saat bertemunya sel sperma dan ovum. Oleh karena itu, saat ovulasi merupakan saat paling berharga untuk sepanjang hidup manusia, karena pada saat itulah diturunkan sifat bawaan yang akan terbawa sepanjang usia manusia.
Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor bawaan, meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan lingkungan di luar kandungan.
Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan anak. Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa, lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir. Oleh karena itu lingkungan yang positif dalam kandungan akan berpengaruh positif bagi perkembangan janin, demikian juga sebaliknya.
Lingkungan di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak usia dini. Sebab anak menjadi bagaimana seorang anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Lingkungan luar kandungan dibedakan menjadi tiga hal yaitu :
  1. Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.
  2. Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana anak jadinya.
  3. Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang sesungguhnya.

Pola Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun kecepatannya berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan tertib tahap demi tahap, langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu ada juga yang mengalami penyimpangan atau keterlambatan. Namun secara umum setiap anak berkembang dengan mengikuti pola yang sama. Beberapa pola tersebut antara lain :
  • Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut “cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum cephalocaudal menyatakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sedangkan hukum proximodistal menyatakan bahwa perkembangan bergerak dari pusat sumbu ke ujung-ujungnya atau dari bagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh.
  • Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju ke tanggapan khusus
Bayi pada awal perkembangan memberikan reaksi dengan menggerakkan seluruh tubuh. Semakin lama ia akan mampu memberikan reaksi dalam bentuk gerakan khusus. Demikian seterusnya dalam hal-hal lain.
  • Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan
Proses perkembangan diawali dari bertemunya sel sperma dan ovum yang disebut ovulasi, dan terus secara berkesinambungan hingga kematian. Kadang perlahan, kadang cepat, kadang maju terus, kadang sejenak mundur. Satu tahap perkembangan menjadi landasan bagi tahap perkembangan selanjutnya. Tidak ada pengalaman anak yang sia-sia atau hilang terhapus. Hanya tertutupi oleh pengalaman-pengalaman berikutnya.
  • Terhadap periode keseimbangan dan tidak keseimbangan
Setiap anak mengalami periode dimana ia merasa bahagia, mudah menyesuaikan diri dan lingkungannya pun bersikap positif terhadapnya. Namun juga ada masa ketidakseimbangan yang ditandai dengan kesulitan anak untuk menyesuaikan diri, sulit diatur, emosi negatif dan sebagainya. Pola tersebut bila digambarkan ibarat spiral yang bergerak melingkar dengan jangka waktu kurang lebih 6 bulan, hingga akhirnya anak menemukan ketenangan dan jati diri.
  • Terhadap tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang harus dilakukan atau dicapai oleh anak berdasarkan tahap usianya. Tugas perkembangan bersifat khas, sesuai dengan tuntutan dan ukuran yang berlaku di masyarakat. Misalnya bayi lahir dia akan melaksanakan tugas perkembangan berguling, tengkurap, duduk, berdiri, berjalan, bermain dan seterusnya. Kualitas dan kuantitas tugas perkembangan antara satu daerah berbeda dengan daerah lain.




Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak pada usia dini (0 – 8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan keinginannya untuk bereksplorasi.
Cara belajar anak mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia. Secara garis besar dapat diuraikan cara belajar anak usia dini mulai dari awal perkembangan.
  • Usia 0 – 1 tahun
 Anak belajar dengan mengendalikan kemampuan panca inderanya. Yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan perasa. Secara bertahap panca indera anak difungsikan lebih sempurna. Hingga usia satu tahun anak ingin mempelajari apa saja yang dilihat dengan mengarahkan seluruh panca indera. Hal itu nampak pada aktivitas anak memasukkan segala macam benda ke dalam mulut sebagai bagian dari proses belajar.

  • Usia 2 – 3 tahun
Anak melakukan proses belajar dengan lebih sungguh-sungguh. Ia memperhatikan apa saja yang ada di lingkungannya untuk kemudian ditiru. Jadi cara belajar anak yang utama pada usia ini adalah meniru. Meniru segala hal yang ia lihat dan ia dengar. Selain itu perkembangan bahasa anak pada usia tersebut sudah mulai berkembang. Anak mengembangkan kemampuan berbahasa juga dengan cara meniru.
  • Usia 4 – 6 tahun
Kemampuan bahasa anak semakin baik. Begitu anak mampu berkomunikasi dengan baik maka akan segera diikuti proses belajar anak dengan cara bertanya. Anak akan menanyakan apa saja yang ia saksikan. Pertanyaan yang tiada putus. Saat demikian kognisi anak berkembang pesat dan keinginan anak untuk belajar semakin tinggi. Anak belajar melalui bertanya dan berkomunikasi.
  • Usia 7 – 8 tahun
Perkembangan anak dari berbagai aspek sudah semakin baik. Walau demikian proses perkembangan anak masih terus berlanjut. Anak melakukan proses belajar dengan cara yang semakin kompleks. Ia menggunakan panca inderanya untuk menangkap berbagai informasi dari luar. Anak mulai mampu membaca dan berkomunikasi secara luas. Hal itu menjadi bagian dari proses belajar anak.

Karakteristik Perkembangan Anak Usia SD

  • Pengertian perkembangan sosial
Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia
  • Aspek-aspek perkembangan sosial
a.    Proses sosialisasi
Proses sosialisasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya baik kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir dengan cara yang sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk.
b.    Pola pertemanan
Akhir masa anak-anak sering pula disebut sebagai usia berkelompok karena pada masi ini ciri pola pertemanan mereka yang menonjol ditandai dengan minat besar terhadap aktivitas dengan teman-teman sebaya dan mningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok. Sehinngga mereka mulai membentuk suatu geng atau kelompok bermain yang tentunya berbeda dengan geng-geng pada masa remaja.
1)    Kelas rendah
Ciri-ciri geng pada saat usia kelas rendah, antara lain :
-    Geng anak-anak merupakan kelompok yang mempunyai minat bermain yang sama
-    Anggota geng pada umumnya terdiri dari kelompok jenis kelamin yang sama
-    Anggota geng senang menggunakan atribut yang sama, dll.
2)    Kelas tinggi
 Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, mereka banyak meluangkan banyak waktunya dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. Kebanyakkan interaksi teman sebaya terjadi di luar rumah, lebih sering terjadi di tempat-tempat pribadi daripada di tempat umum.
Ada banyak hal yang menyebabkan seorang anak populer dimata teman-teman sebayanya. Anak-anak yang sering memberi bantuan seringkali populer. Begitu juga seorang anak yang mendengarkan dengan baik anak lain dan memelihara jalur-jalur komunikasi yang terbuka. Menjadi diri sendiri, perhatian kepada orang lain, percaya diri tetapi tidak sombong adalah ciri-ciri yang membantu anak-anak dalam pencarian popularitas. ( Kennedy, 1990).
Sahabat menjadi suatu yang penting dalam suatu interaksi. Denagn adanya sahabat anak-anak dapat menceritakan rahasia-rahasia yang paling dalam dan tidak diketahui oleh orang lain. Persahabatan memiliki 6 fungsi : kawan, pendorong, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, dan keakraban.
c.    Penyesuaian diri
Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa anak-anak.. Suatu hal yang sulit bagi anak-anak menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

  • Karakteristik perkembangan anak usia SD/MI
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan anak  kelas empat, lima, dan enam dari sisi emosi antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang konsep nilai misalnya benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

  • Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak usia SD/MI
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a.    Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banya ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.    Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Disamping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
c.    Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak independen akan tetapi dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu “ia anak siapa”. Sehubungan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluaraga.
d.    Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e.    Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi
Kemampuan berfikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual inggi.

Model PAKEM

SEKOLAHDASAR.NET - Salah satu upaya untuk memajukan sistem pendidikan adalah perubahan sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran sebagai suatu proses sangat menentukan peningkatan kualitas suatu sistem pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk dikembangkan di SD adalah model PAKEM.

PAKEM adalah bentuk pembelajaran aktif yang merupakan ramuan antara belajar aktif dan belajar menyenangkan. (Dzaki, 2009: 1) mengemukakan ”model PAKEM adalah salah satu model belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien tanpa tekanan dari pihak manapun”. Sejalan dengan pendapat tersebut Ali (2009: 5) mengemukakan bahwa PAKEM adalah upaya yang dilakukan oleh guru dengan perencanaan, pelaksanaan, dan diakhiri dengan penilaian yang pada praktiknya mencerminkan keaktifan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai berbagai keterampilan belajar secara maksimal.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya model PAKEM adalah model pembelajaran yang berusaha mencip-takan interaksi secara optimal antara semua komponen pembelajaran, sehingga siswa dan guru aktif memerankan perannya dengan kreatif sehingga menghasilkan tujuan secara efektif tanpa merasakan terbebani oleh berbagai kegiatan tersebut. Hal yang paling penting dalam model PAKEM adalah siswa dengan senang hati melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.

Dalam PAKEM siswa belajar dalam arti melakukan kegiatan untuk me-ngembangkan perilaku (penalaran, keterampilan, dan sikap), mengorganisasikan pengalaman, dan menemukan teknik-teknik pemecahan masalah. Semua itu harus dialami sendiri agar siswa mendapatkan pengalaman langsung. Sehingga apa yang telah dipelajarinya benar-benar bermakna dan menyatu dengan dirinya. Dengan demikian pengetahuan ini dapat digunakan sebagai bekal dalam hidupnya kelak.

Guru mengajar sesungguhnya bukan memberi pelajaran, melainkan pem-bimbing belajar. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat menjadikan siswa mudah belajar dan bergairah untuk belajar. Dengan kata lain guru dapat disebut sebagai fasilitator. Dengan perannya sebagai fasilitator, dalam kegiatan pembelajaran guru harus dapat menyiapkan metode pambelajaran yang menyenangkan bagi siswa, mengkondisikan ruang kelas yang memadai, menyiap-kan sumber belajar yang dekat dengan siswa dan berupa benda nyata, serta menyi-apkan media pembelajaran yang sesuai dan menarik.

Di samping sebagai fasilitator guru juga bertidak sebagai motivator. Marhaban (2008: 2) menjelaskan bahwa PAKEM tidak terlepas dari peran guru sebagai motivator dalam memberikan semangat kepada siswanya. Karena dalam PAKEM, peserta didik lebih aktif dari gurunya. Guru hanya memberi pengarahan dan tuntunan saja, dan siswa yang bekerja menyelesaikannya”. Dengan perannya sebagai motivator guru harus memberikan dorongan agar siswa mau belajar dengan sendirinya dan dengan kesadannya masing-masing agar mereka mendapat-kan pendidikan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.