Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar
Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat
penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi
belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat
mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak
Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari
suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa,
seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif,
gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan
belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca
(disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung
(diskalkulia).
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya
kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan).
Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan
tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga
tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi
yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan
gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).
Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam
kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal
aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya,
tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu,
kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan,
pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan,
kultur atau ketidakmampuan ekonomi.
Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu
kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal
tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area
kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem
solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa
yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis
tentang suatu topik.
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini
karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak.
Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak
biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan
tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini
sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang
dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan
terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan
keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2
tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman
kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan
belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar
pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali
dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan
pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran
juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis
seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti
pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya
gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan
perilaku, atau gangguan kecemasan.
Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan
gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan
orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk
itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan
demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan
apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan
atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua
mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi
proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan
belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang.
Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu
belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan
kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek
tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam
pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar
berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri
karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya.
Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil
melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil
mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka
orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi
anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan
membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar
waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas
mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk
anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam
belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga
perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru
sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika
ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada
anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami
gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera
ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan
profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk
membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.
Kamis, 24 Mei 2012
Perkembangan Motorik Anak SD
Perkembangan Motorik
Perkembangan
motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada
dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan kematangan saraf dan otot
anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah merupakan hasil pola
interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang
dikontrol oleh otak.
Jadi dapat disimpulkan pula bahwa perkembangan
motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan
pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi. Pengendalian
tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan massa yang ada pada
waktu lahir. Sebelum perkembangan itu terjadi anak akan tetap tidak berdaya.
Seandainya
tidak ada gangguan fisik dan hambatan mental yang mengganggu perkembangan
motorik, secara normal anak yang berumur 6 tahun akan siap menyesuaikan diri
dengan tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain teman sebaya.
Sebagian tugas perkembangan anak yang paling penting dalam masa prasekolah dan
dalam tahun-tahun permulaan sekolah, terdiri atas perkembangan motorik yang
didasarkan atas penggunaan kumpulan otot yang berbeda secara koordinasi.
Jika
tidak ada gangguan kepribadian yang menghambat ,anak yang memiliki sifat yang
sesuai dengan harapan masyarakat akan melakukan penyesuaian sosial dan pribadi
yang baik. Sebaliknya dalam diri anak yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
harapan masyarakat,akan berkembang perasaan tidak mampu yang akan melemahkan
semangat mereka untuk mencoba mempelajari apa yang telah dipelajari oleh teman
sebaya mereka.
2.2
Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus
a.
Motorik Gerakan Kasar
Perkembangan
jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh seperti berlari, berjinjit, melompat,
bergantung, melempar, dan menangkap, serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini
diperlukan dalam meninkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar.
Pada anak usia 4tahun, anak sangat mnyenangi kegiatan fisik yang mengandung
bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi. Pada usia 5 atau 6 th keinginan
untuk melakukan kegiatan berbahaya bertambah, anak pada masa ini menyukai
kegiatan lomba seperti balapan sepeda, atau kegiatan lain yng mengandung
bahaya.
b.
Perkembangan Gerakan Motorik Halus
Perkembangan
motorik halus pada masa usia 6-7 tahun, koordinasi gerakan
berkembang secara pesat, pada masa ini anak sudah mampu mengkoordinasikan
gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerkan mata dengan tangan,
lengan dan tubuh secara bersamaan, antara lain dapat dilihat saat anak menulis
dan menggambar.
2.3
Perkembangan Motorik Usia SD
Perkembangan
motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan
dengan masa bayi. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai
meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik, anak-anak terus melakukan aktivitas
fisik yang terkadang bersifat informal
dalam bentuk permainan. Disamping itu anak-anak juga melibatkan diri dalam
aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal sperti senam, berenang,dll.
Berikut
beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara
lain
:
KEMAMPUAN MOTORIK
|
|
Anak usia 6th
|
Anak usia 7th
|
Ketangkasan Meningkat
|
Mulai membaca dengan lancer
|
Melompat tali
|
Cemas terhadap kegagalan
|
Bermain sepeda
|
Peningkatan minat pada bidang
sepiritual
|
Mengetahui kanan dan kiri
|
Kadang malu atau sedih
|
Mungkin bertindak menentang
|
|
Menguraikanobjek-objek dengan
gambar
|
|
KEMAMPUAN MOTORIK
|
|
Anak usia 8-9th
|
Anak usia 10-12th
|
Kecepatan dan kehalusan aktivitas
motorik meningkat
|
Perubahan sikap berkaitan dengan
postur tubuh, puberitas mulai nampak
|
Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
|
Mampu melakukan aktivitas rumah
tangga, seperti mencuci,
menjemur,dll.
|
Keterampilan lebih individual
|
Keinginan untuk menyenangkan
orangtua
|
Ingin terlibat dalam sesuatu
|
Mula tertarik dengan lawan jenis
|
Menyukai kelompok dan mode
|
|
Mencari teman secara aktif
|
|
Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut
Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
- Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
- Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
- Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Anak Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
- Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
- Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
- Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
- Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
- Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
- Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
- Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
- Usia 7 – 8 tahun
- Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.
- Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
- Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
- Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
Kondisi Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
- Faktor bawaan
- Faktor lingkungan
Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor bawaan, meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan lingkungan di luar kandungan.
Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan anak. Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa, lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir. Oleh karena itu lingkungan yang positif dalam kandungan akan berpengaruh positif bagi perkembangan janin, demikian juga sebaliknya.
Lingkungan di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak usia dini. Sebab anak menjadi bagaimana seorang anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Lingkungan luar kandungan dibedakan menjadi tiga hal yaitu :
- Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.
- Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana anak jadinya.
- Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang sesungguhnya.
Pola Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun kecepatannya berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan tertib tahap demi tahap, langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu ada juga yang mengalami penyimpangan atau keterlambatan. Namun secara umum setiap anak berkembang dengan mengikuti pola yang sama. Beberapa pola tersebut antara lain :
- Perkembangan Fisik
- Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju ke tanggapan khusus
- Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan
- Terhadap periode keseimbangan dan tidak keseimbangan
- Terhadap tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu
Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak pada usia dini (0 – 8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan keinginannya untuk bereksplorasi.
Cara belajar anak mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia. Secara garis besar dapat diuraikan cara belajar anak usia dini mulai dari awal perkembangan.
- Usia 0 – 1 tahun
- Usia 2 – 3 tahun
- Usia 4 – 6 tahun
- Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik Perkembangan Anak Usia SD
- Pengertian perkembangan sosial
- Aspek-aspek perkembangan sosial
Proses sosialisasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya baik kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir dengan cara yang sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk.
b. Pola pertemanan
Akhir masa anak-anak sering pula disebut sebagai usia berkelompok karena pada masi ini ciri pola pertemanan mereka yang menonjol ditandai dengan minat besar terhadap aktivitas dengan teman-teman sebaya dan mningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok. Sehinngga mereka mulai membentuk suatu geng atau kelompok bermain yang tentunya berbeda dengan geng-geng pada masa remaja.
1) Kelas rendah
Ciri-ciri geng pada saat usia kelas rendah, antara lain :
- Geng anak-anak merupakan kelompok yang mempunyai minat bermain yang sama
- Anggota geng pada umumnya terdiri dari kelompok jenis kelamin yang sama
- Anggota geng senang menggunakan atribut yang sama, dll.
2) Kelas tinggi
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, mereka banyak meluangkan banyak waktunya dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. Kebanyakkan interaksi teman sebaya terjadi di luar rumah, lebih sering terjadi di tempat-tempat pribadi daripada di tempat umum.
Ada banyak hal yang menyebabkan seorang anak populer dimata teman-teman sebayanya. Anak-anak yang sering memberi bantuan seringkali populer. Begitu juga seorang anak yang mendengarkan dengan baik anak lain dan memelihara jalur-jalur komunikasi yang terbuka. Menjadi diri sendiri, perhatian kepada orang lain, percaya diri tetapi tidak sombong adalah ciri-ciri yang membantu anak-anak dalam pencarian popularitas. ( Kennedy, 1990).
Sahabat menjadi suatu yang penting dalam suatu interaksi. Denagn adanya sahabat anak-anak dapat menceritakan rahasia-rahasia yang paling dalam dan tidak diketahui oleh orang lain. Persahabatan memiliki 6 fungsi : kawan, pendorong, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, dan keakraban.
c. Penyesuaian diri
Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa anak-anak.. Suatu hal yang sulit bagi anak-anak menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
- Karakteristik perkembangan anak usia SD/MI
Perkembangan anak kelas empat, lima, dan enam dari sisi emosi antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang konsep nilai misalnya benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak usia SD/MI
a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banya ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Disamping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
c. Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak independen akan tetapi dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu “ia anak siapa”. Sehubungan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluaraga.
d. Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e. Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi
Kemampuan berfikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual inggi.
Model PAKEM
SEKOLAHDASAR.NET - Salah satu upaya untuk memajukan sistem pendidikan adalah perubahan sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran sebagai suatu proses sangat menentukan peningkatan kualitas suatu sistem pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk dikembangkan di SD adalah model PAKEM.
PAKEM adalah bentuk pembelajaran aktif yang merupakan ramuan antara belajar aktif dan belajar menyenangkan. (Dzaki, 2009: 1) mengemukakan ”model PAKEM adalah salah satu model belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien tanpa tekanan dari pihak manapun”. Sejalan dengan pendapat tersebut Ali (2009: 5) mengemukakan bahwa PAKEM adalah upaya yang dilakukan oleh guru dengan perencanaan, pelaksanaan, dan diakhiri dengan penilaian yang pada praktiknya mencerminkan keaktifan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai berbagai keterampilan belajar secara maksimal.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya model PAKEM adalah model pembelajaran yang berusaha mencip-takan interaksi secara optimal antara semua komponen pembelajaran, sehingga siswa dan guru aktif memerankan perannya dengan kreatif sehingga menghasilkan tujuan secara efektif tanpa merasakan terbebani oleh berbagai kegiatan tersebut. Hal yang paling penting dalam model PAKEM adalah siswa dengan senang hati melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.
Dalam PAKEM siswa belajar dalam arti melakukan kegiatan untuk me-ngembangkan perilaku (penalaran, keterampilan, dan sikap), mengorganisasikan pengalaman, dan menemukan teknik-teknik pemecahan masalah. Semua itu harus dialami sendiri agar siswa mendapatkan pengalaman langsung. Sehingga apa yang telah dipelajarinya benar-benar bermakna dan menyatu dengan dirinya. Dengan demikian pengetahuan ini dapat digunakan sebagai bekal dalam hidupnya kelak.
Guru mengajar sesungguhnya bukan memberi pelajaran, melainkan pem-bimbing belajar. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat menjadikan siswa mudah belajar dan bergairah untuk belajar. Dengan kata lain guru dapat disebut sebagai fasilitator. Dengan perannya sebagai fasilitator, dalam kegiatan pembelajaran guru harus dapat menyiapkan metode pambelajaran yang menyenangkan bagi siswa, mengkondisikan ruang kelas yang memadai, menyiap-kan sumber belajar yang dekat dengan siswa dan berupa benda nyata, serta menyi-apkan media pembelajaran yang sesuai dan menarik.
Di samping sebagai fasilitator guru juga bertidak sebagai motivator. Marhaban (2008: 2) menjelaskan bahwa PAKEM tidak terlepas dari peran guru sebagai motivator dalam memberikan semangat kepada siswanya. Karena dalam PAKEM, peserta didik lebih aktif dari gurunya. Guru hanya memberi pengarahan dan tuntunan saja, dan siswa yang bekerja menyelesaikannya”. Dengan perannya sebagai motivator guru harus memberikan dorongan agar siswa mau belajar dengan sendirinya dan dengan kesadannya masing-masing agar mereka mendapat-kan pendidikan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
PAKEM adalah bentuk pembelajaran aktif yang merupakan ramuan antara belajar aktif dan belajar menyenangkan. (Dzaki, 2009: 1) mengemukakan ”model PAKEM adalah salah satu model belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien tanpa tekanan dari pihak manapun”. Sejalan dengan pendapat tersebut Ali (2009: 5) mengemukakan bahwa PAKEM adalah upaya yang dilakukan oleh guru dengan perencanaan, pelaksanaan, dan diakhiri dengan penilaian yang pada praktiknya mencerminkan keaktifan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai berbagai keterampilan belajar secara maksimal.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya model PAKEM adalah model pembelajaran yang berusaha mencip-takan interaksi secara optimal antara semua komponen pembelajaran, sehingga siswa dan guru aktif memerankan perannya dengan kreatif sehingga menghasilkan tujuan secara efektif tanpa merasakan terbebani oleh berbagai kegiatan tersebut. Hal yang paling penting dalam model PAKEM adalah siswa dengan senang hati melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.
Dalam PAKEM siswa belajar dalam arti melakukan kegiatan untuk me-ngembangkan perilaku (penalaran, keterampilan, dan sikap), mengorganisasikan pengalaman, dan menemukan teknik-teknik pemecahan masalah. Semua itu harus dialami sendiri agar siswa mendapatkan pengalaman langsung. Sehingga apa yang telah dipelajarinya benar-benar bermakna dan menyatu dengan dirinya. Dengan demikian pengetahuan ini dapat digunakan sebagai bekal dalam hidupnya kelak.
Guru mengajar sesungguhnya bukan memberi pelajaran, melainkan pem-bimbing belajar. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat menjadikan siswa mudah belajar dan bergairah untuk belajar. Dengan kata lain guru dapat disebut sebagai fasilitator. Dengan perannya sebagai fasilitator, dalam kegiatan pembelajaran guru harus dapat menyiapkan metode pambelajaran yang menyenangkan bagi siswa, mengkondisikan ruang kelas yang memadai, menyiap-kan sumber belajar yang dekat dengan siswa dan berupa benda nyata, serta menyi-apkan media pembelajaran yang sesuai dan menarik.
Di samping sebagai fasilitator guru juga bertidak sebagai motivator. Marhaban (2008: 2) menjelaskan bahwa PAKEM tidak terlepas dari peran guru sebagai motivator dalam memberikan semangat kepada siswanya. Karena dalam PAKEM, peserta didik lebih aktif dari gurunya. Guru hanya memberi pengarahan dan tuntunan saja, dan siswa yang bekerja menyelesaikannya”. Dengan perannya sebagai motivator guru harus memberikan dorongan agar siswa mau belajar dengan sendirinya dan dengan kesadannya masing-masing agar mereka mendapat-kan pendidikan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Langganan:
Postingan (Atom)